makalah filsafat al-kindi
MAKALAH
FILOSOF AL-KINDI
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Junaidi Songidan M.SOS.I
Oleh :
Isa Ansori
: 15420022
Muhammad Wahid :
15420000
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDY KUMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt,
karna berkat rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat
Islam tepat pada waktu nya.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada BapakJunaidi Songidan M.SOS.I Sebagai dosen pengampu Filsafat Islam. Makalahiniberisipembahasantentang
“Perjalanan Hidup dan Pemikiran Pemikiran Filosof al-Kindi”.
Kami
menyadaripenyusunanmakalahinimasihjauhdarisempurna, olehkarnaitukritikdan saran
yang membangunsangat kami nantikan agar kami
dapatlebihbaiklagidalammenyusunmakalah.
Penyusun.
Isa
Ansori
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A.
Latar Belakang
Masalah....................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A.
Riwayat Hidup
al-Kindi....................................................................... 3
1.
Pemaduan
Fislasat Dan Agama...................................................... 5
2.
Filsafat
Ketuhanan......................................................................... 8
3.
Filsafat Jiwa.................................................................................... 10
4.
Filsafat Moral................................................................................. 12
5.
Filsafat
Kenabian............................................................................ 13
BAB III
KESIMPULAN .............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu
pengetahun di dunia ini tidaklah ada yang sama, semuanya mempunyai perbedaan
dan karakteristik yang berbeda. Hal tersebut membuat ilmu pengetahun yang
didalami semakin berarti dan tentunya memiliki manfaat yang besar bagi
perkembangan di masa datang. Apabila suatu ilmu dikembangkan dan ditelaah lebih
jauh lagi dengan konteks dan kondisi serta ruang dan waktu yang berbeda, maka
akan terlahir pula suatu ilmu yang kreatif dan mempunyai ciri khas yang unik
sekalipun ilmu itu bukan berasal dari agama dan budayanya.
Seperti halnya filsafat Islam, pada
awalnya sudah diketahui bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang berasal dari
Yunani, akan tetapi para filosof, para ahli keagamaan Islam, atau orang-orang
muslim semasanya, yang mempunyai kegiatan untuk berfikir, senantiasa menggali
lebih dalam lagi mengenai filsafat. Sehingga ilmu filsafat yang tadinya berasal
dari agama dan ajaran Yunani, kemudian dikemas dan dikaitkan dengan hal-hal
atau ilmu-ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah, maka lahirlah
filsafat Islam sebagai ilmu pengetahuan yang cukup popular yang dikembangkan
dan diajarkan secara turun temurun oleh para filosof kepada
generasi-generasinya atau kepada murid-muridnya.
Dalam
membahasa filsafat Islam, tentunya pemikiran yang menjadi starting pointnya
adalah al-Kindi. Sebelumnya Filasafat Islam di bagian Timur Dunia Islam (Masyriqi)
berbeda dengan filsafat Islam di Maghribi ( bagian Dunia Barat). Di
antara filosof Islam di kedua kawasan terdapat sebuah perselisihan pendapat
tentang berbagai pokok pengertian. Di Timur ada filosof terkemuka,
al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Di Barat juga ada filosof terkemuka, Ibnu
Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd. pada pembahasan kali ini, yang akan kami
eksplorasikan, adalah perjalanan hidup al-Kindi dan pemikiran-pemikirannya
dalam ranah filsafat Islam beserta perbedaan diantara pakar-pakar filsafat
Islam.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup al-Kindi ?
2. Bagaimana Pemikiran – pemikiran filsafat al-Kindi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup al-Kindi
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul
Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin
al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan
terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di
kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.
Setelah
dewasa al-Kindi pergi ke Baghdad dan mendapat perlindungan dari khalifah al-
Ma’mun (813-833 H) dan khalifah al-Mu’tasim (833-842 H). Ibnu Nabatah berkata bahwa karya-karya
al-Kindi telah menghiasai kerajaan al-Mu'tashim. Al-Kindi menganut paham
Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Selain belajar filsafat ia juga menekuni
dan ahli dalam bidang ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam astrologi, ilmu
pasti, ilmu seni musik, meteorologi, optika, kedokteran, politik dan
matematika. Penguasaanya terhadap filasafat dan disiplin ilmu lainnya telah
menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam
jajaran para filosof terkemuka. Karena itu pula dinilai pantas dalam
menyadang gelar Failasuf al-‘Arab.
Ia juga diundang oleh khalifah
al-Makmun untuk mengajar pada baitul hikmah, ia sangat terkenal dan berjasa
dalam gerakan penerjemahan dan seorang pelopor yang memperkenalkan tulisan
Yunani, Suriah dan India kepada dunia Islam.
Menurut
Harun Nasution, kalau al-Kindi menganut
faham Mu'tazilah yang mengedepankan rasio dan filsafat dalam pemahaman
keislamannya. Selain itu pula kaum
Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan
pendapat-pendapatnya terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu Logika
sangat menarik perhatiannya, karena menjunjung tinggi berfikir logis. Memang
Mu’tazilah lebih mengutamakan akal pikiran, dan sesudah itu baru al-Qur’an dan
Hadits atau disebut dengan تقديم العقل على النص. Hal ini
berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang mendahulukan al-Qur’an dan al-Hadits
kemudian baru akal pikiran atau disebut dengan تقديم النص
على العقل.
Al-Kindi
mengarang buku-buku dan menurut keterangan ibn al-Nadim buku-buku yang
ditulisnya berjumlah 241 dalam filsafat, logika, matematika, musik, ilmu jiwa
dan lain sebagainya. Corak filsafat al-Kindi tidak banyak yang diketahuinya
karena buku-buku tentang filsafat banyak yang hilang. Baru pada zaman
belakangan ini orang menemukan kurang lebih 20 lebih risalah al-Kindi dalam
tulisan tangan.
Beberapa karya tulis al-Kindi antara
lain yang cukup popular antara lain:
Fi al-Falsafah al-Ula; kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum
al-Falsafah; Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lul; risalat fi Ta’lif
al-A’dad; kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Mantaiqiyyat wa
al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabiyyat; Kammiyat Kutub Aristoteles; Fi al-Nafs.
Tentang
kapan al-Kindi meninggal tidak ada satu keterangan pun yang pasti. Agaknya
menentukan tahun dan wafatnya sama sulitnya dengan menentukan tahun
kelahirannya dan siapa saja guru-guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd Al-Raziq
cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massingon menunjuk
tahun 260 H, suatu pendapat yang diyakini oleh Hendry Corbin dan Nellino.
Sementara itu, Yaqut Al-Himawi mengatakan bahwa Al-Kindi sesudah berusia 80
tahun atau lebih sedikit.
B. Pemikiran Filsafat al-Kindi
Sebenarnya
pemikiran-pemikiran al-Kindi tidak hanya berfokus pada bidang filsafat saja. Karangan-karangan
al-Kindi bermacam-macam, diantaranya filsafat, logika, musik, aritmatika dan
alin-lain. Dan al-Kindi tidak hanya membicarakan persoalan-persoalan filsafat
yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik dengan
definisi-definisi dan penjelasan kata-kata
serta lebih mengutamakn ketelitian pemakaian kata-kata dari pada
menyelami problema filsafat. Pada umumnya karangan-karangan al-Kindi berbentuk
ringkas dan tidak mendalam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi,
bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan
menguraikan sebaik-baiknya.
Al-Kindi
mengemukakan pokok-pokok pemikiran filsafat dalam berbagai aspek antara lain:
1)
Pemaduan
Filsafat dan Agama ( Talfiq )
Al-Kindi orang
Islam yang pertama meretas jalan mengupayakan pemaduan antara filasafat dan
agama atau antara akal dan wahyu. Menurutnya antara keduanya tidak bertentangan
karena masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran. Dalam pemikiran
al-Kindi pemaduan antara agama dengan filsafat atau akal dengan wahyu dinamakan
dengan talfiq. Sedangkan kebenaran itu satu tidak banyak. Ilmu filasafat
meliputi ketuhanan, keesan-Nya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu lain yang
mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat dan menjauhkan
dari apa-apa yang mudlarat. Hal seperti ini juga dibawa oleh para rasul Allah
dan juga mereka menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang
diridhai-Nya.
Agaknya untuk
memuaskan semua pihak, terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan
filsafat, dalam usaha pemanduannya ini, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat
Al-Quran. Menurutnya menerima dam mempelajari filsafat sejalan dengan anjuran
Al-Quran yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala
fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya yang berkaitan dan yang
dikaitkan dengan anjuran tersebut adalah sebagai berikut.:
a.
Surat Al-Hasyr [59]: 2
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ
………Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai
pandangan.
b. Surat Al-A’raf [7]: 185
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا
خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ
فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ
dan Apakah
mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada
berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?
c. Surat Al-Ghasiyat [88]: 17-20
وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
وَإِلَى الأرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Maka apakah
tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaiamana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana
ia dihamparkan.
d.
Surat
Al-Baqarah [2]: 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ
مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ
وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, kapal yang
berlayar di laut membawa apa yang mereka berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
yang sudah mati dan Dia sebarkan di bumi segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat
tanda-tanda keesaan dan kebenaran bagi kaum yang memikirkan.
Pemaduan
antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut: ilmu agama
merupakan bagian dari filsafat; wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran
filsafat saling bersesuaian; menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam
agama.
2)
Filsafat Ketuhanan
Adapun mengenai ketuhanan, bagi al-Kindi Tuhan adalah
wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujudnya tidak berakhir,
sedangkan wujud lain disebabkan wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak
dapat dibagi-bagi dan tidak ad zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek.
Ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.
Mengenai keterangan di atas, dapat kita lihat dalam
firman Allah swt :
هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu. ( QS. Al-Hadid [57] : 3 )
Yang dimaksud
dengan: yang Awal ialah, yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir
ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah
yang nyata adanya karena banyak bukti- buktinya dan yang Bathin ialah yang tak
dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.
Tuhan dalam
falsafat al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah dan mahiah.
Tidak aniah karena tidak termasuk yang ada dalam alam, tetapi Ia adalah
Pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mahiah
karena Tuhan tidak merupakan genus dan spesies. Tuhan adalah Yang Benar Pertama
(Al-Haqqul Awwal) dan Yang Benar Tunggal (Al-Haqqul Wahid). Ia
semata-mata satu. Hanya Ia-lah yang satu maka selain dari tuhan mengandung arti
banyak.
Filsafat ketuhanan yang dikemukakan al-Kindi adalah
adanya pencipta dan penggerak alam semesta yang menjadi bukti adanya tuhan,
sehingga adanya tuhan dapat dibuktikan dengan dalil yang empiris atau bukti
yang dapat ditunjukkan yaitu :
a) Dalil baharu alam
b) Dalil keragaman dan kesatuan
c) Dalil pengendalian alam. ( Hasyimsyah Nasution, 1999 : 19 )
Al-Kindi menulis, keteraturan,
ketertiban dan keselerasan alam raya ini adalah wujud dari pengaturan-Nya yang
bijak dan sempurna. Sungguh kehidupan alam yang serba tertaur dan bijak telah
cukup ( sebagai bukti tentang ada-Nya ) bagi mereka yang mampu melihat dengan
pikiran jernih.
Argument terakhir ini, oleh
sebagian filsuf, dianggap sebagai dalil paling efektif untuk membuktikan adanya
Tuhan. Dalam tradisi filsafat islam, dalil ini juga digunakan oleh Ibnu Rusyd (
1126 – 1196 M ), sedangkan dalam tradisi filsafat Barat digunakan oleh Immanuel
Kant ( 1724 – 1804 M ). ( A. Khudori Soleh, 2011 : 104 ).
Kemudian mengenai
sifat-sifat Tuhan, tidak berbeda dengan konsep Mu’tazilah. Dalam karyanya yang
terkenal, al-Falsafah al-Ula, al-kindi membuat uraian dan pembelaan yang
mendalam tentang pandangannya soal sifat – sifat Tuhan ini. Ada dua sifat Tuhan
yang penting yang harus diuraikan yaitu sifat Maha Esa ( wahdaniyah ),
dan sifat ketidak samaannya dengan Makhluk hidup ( Mukhalafatun lil Hawadits
), tentang sifat esa, al-Kindi menjelaskannya dengan dua cara, yaitu
pertama, dengan cara membedakan antara esa mutlak dengan esa metaforis. Esa
mutlak adalah keesaan yang esensial yang tidak bisa dibagi, sedangkan esa
metaforis adlah keesaan yang ada pada objek-objek terindera yang memiliki
sifat-sifat dan atribut-atribut tertentu sehingga keesaannya tidak bersifat
mutlak tetapi berganda.
Mengenai kosmologi, al-Kindi berpendapat bahwa alam
ini dijadikan dari tiada ( creation ex nihilio ) atau dalam bahasa
arabnya adalah الايجاد من العدم. Allah tidak hanya menjadikan alam, tetapi juga
mengendalikan dan mengaturnya. Serta menjadikan sebagiannya menjadi sebab bagi
yang lain.
Adapun bumi ini
terletak di bawah falak bulan , merupakan pusat alam. Sedangkan falak-falak
atau benda-benda langit menurut al-Kindi adalah makhluk hidup, memiliki indera
penglihatan dan pendengaran sebagai indera yang diperlukan untuk dapat berfikir
dan membedakan. Falak-falak tersebut merupakan sebab terdekat bagi planet bumi.
Disebabkan gerak lingkaran yang kontinu ke sisi-sisi tertentu, maka timbullah
berbagai kegiatan, kehidupan, dan makhluk dipermukaan bumi ini, seperti
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
3)
Filsafat
Jiwa
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad Saw. tidak menjelaskan tegas tentang roh
dan jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai pokok sumber ajaran Islam menginformasikan
bahwa manusia tidak akan mengetahui hakikat ruh karena itu urusan Allah bukan
Manusia. Sebagaimana firman Allah swt :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". ( QS. Al-Isra [17] : 85 )
Dengan adanya hal tersebut,
kaum filosof Muslim membahas jiwa berdasarkan pada falsafat jiwa yang
dikemukakan para filosof Yunani,
kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
Al-Kindi juga mengatakan bahwa
jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa
mempunyai arti penting , sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi
Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan
matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad
atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa
nafsu dan marah. Dan perbedaannya jiwa menentang keinginan hawa nafsu.
Pada jiwa manusia terdapat
tiga daya: daya bernafsu ( yang terdapat di perut ), daya marah ( terdapat di
dada ), dan daya pikir ( berputar pada kepala ).
Mengenai daya berfikir, bagi al-Kindi akal dibagi tiga :
a) Akal yang bersifat potensial ( الذى بالقوة العقل )
b) Akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi actual ( العقل الذى
خرج من القوة الى الفعل )
c) Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas ( العقل الذى
نسميه الثانى ).
Akal yang bersifat potensial
tidak dapat keluar menjadi aktual jika tidak ada kekuatan yang menggerakkanya
dari luar. Karena itu ada lagi satu macam akal yang mempunyai wujud diluar roh
manusia. Yakni akal yang selamnya dalam aktualitas ( العقل الذى
بالفعل ابدا ). Akal yang
selamanya dalam aktualitas inilah yang menggerakkan potensial menjadi aktual.
Jiwa atau roh
selama berada dalam badan tidak akan memperoleh kesenangan yang sebenarnya dan
pengetahuannya tidak sempurna. Hanya setelah bercerai dengan badan maka roh
memperoleh kesenangan yang sebentulnya dalam bentuk pengetahuan yang sempurna.
Setelah bercerai dengan badan, roh pergi ke alam kebenaran atau alam akal di
atas bintang-bintang, di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan
dapat melihat Tuhan. Disinilah letak kesenangan abadi dari roh.
4)
Filsafat
Moral
Menurut
al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa
seorang filosof wajib menempuh hidup susila.Hikmah sejati membawa serta
pengetahuan serta pelaksanaan keutamaan.Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri
sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia (Stoa). Tabiat manusia
baik, tetapi ia digoda oleh nafsu. Konflik itu dihapuskan oleh pengetahuan
(paradoks Socrates).Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan.Milik
memberatkan jiwa.Socrates dipuji sebagai contoh zahid (asket).Al-Kindi mengecam
para ulama yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk
memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk
mempertahankan kedudukannya dalam Negara.
Ia merasa diri korban kelaliman Negara seperti Socrates. Dalam kesesakan
jiwa, filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk melatih kekangan,
keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan pribadi, tetapi pula
keadilan untuk meningkatkan tata Negara.
Sebagai filosof, al-Kindi prihatin, kalau-kalau syari’at kurang menjamin
perkembangan kepribadian secara wajar.Karena itu dalam akhlak dia mengutamakan
kaedah stoa dan Socrates.
5)
Filsafat
Kenabian
Tentang kenabian bagi Al-Kindi adalah satu derajat pengetahuan yang tertinggi
bagi manusia. Hanya nabi yang bisa mencapai pengetahuan yang sempurna tentang
alam ghaib dan ketuhanan melalui wahyu.
Kesanggupan untuk mengetahui seluk-beluk alam ghaib yang sempurna seperti itu tidak mungkin dapat dicapai oleh
manusia biasa.
Keterbatasan pengetahuan
manusia terhadap soal-soal hakikat dan alam ghaib disebabkan keterbatasan
keleluasaan akalnya atas jasad. Oleh karena itu pengetahuan yang dicapai oleh
manusia masih sedikit sekali dan hal ini masih belum sepenuhnya pula dapat diyakini
kebenarannya. Berlainan dengan wahyu yang disampaikan Tuhan kepada nabi, ia
lebih positif dan kebenarannya dapat diyakini sepenuhnya. Jadi kenabian lebih
tinggi dari derajat para filosof.
Dalam realitasnya kita sudah
mengikuti bahwa Nabi sudah pasti mempunyai derajat lebih tinggi sekalipun
sama-sama berbentuk wujud manusia. Tentunya dilihat dari segi keilmuan,
kemulyaan dan interaksinya dengan Tuhan, sehingga ada perintah atau
keistimewaan yang dimiliki oleh para Nabi disamping hal di atas, misalnya mukjizat
yang jenisnya berbeda-beda tiap para Nabi-Nya, begitu pula dilihat dari segi dima’shumnya
atas segala perbuatan dan segala dosanya.
BAB III
KESIMPULAN
Al-Kindi, nama lengkapnya Abdul
Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Ash-Shabah bin ‘Imran bin Isma’il bin Muhammad bin
al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Al-Kindi
dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan
terhormat. Ia berasal dari kabilah kindah, termasuk kabilah terpandang di
kalangan masyarakat Arab dan bermukim di daerah Yaman dan Hijaz.
Pemikiran-pemikiran al-Kindi dalam
bidang filsafat meliputi pemaduan antara agama dengan filsafat atau terkenal
dengan talfiq, selanjutnya filsafat ketuhanan yang meliputi
pemikiran-pemikirannya mengenai Tuhan, keberadaan-Nya, Fungsi-Nya, dalil keberadaan
Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, filsafat metafisika, filsafat jiwa serta roh,
filsafat moral, dan filsafat kenabian.
Tinjauan terhadap al-Kindi sangatlah
beragam, berkaitan dengan jasanya dalam mengenalkan asas-asas filsafat Islam
bagi dunia Arab, bahkan sebelumnya juga dia telah membuka pintu utama sebagai
orang yang telah menerjemahkan dan berjasa besar terhadap penelaahan
filsafat-filsafat Yunani. Sekalipun ada yang mengatakan bahwa karya filsafatnya
lebih banyak mengutip karya-karya orang lain, tetapi dalam hal perkembangannya,
al-Kindi sempat menjadi ilmuwan besar pada masa dinasti Abbasyiah.
DAFTAR
PUSTAKA
Al- Ahwani, Ahmad Fuad, Dr. Filsafat
Islam, Jakarta : Pustaka Firdaus 1993.
Bisri, Adib, KH. Kamus
al-Bisri, Surabaya : Pustaka Progressif 1999.
Hanafi, Ahmad, Pengantar
Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang 1990.
Mustafa, Dr. H.A, Filsafat
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Nasir, Sahilun A. Prof, Dr,
KH. Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya,
Jakarta : Rajawali Pers 2010.
Nasution, Harun, Falsafat
dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1978.
Nasution, Hasyimsyah. Prof,
Dr. H, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama1999.
Poerwantana, Drs, Seluk beluk
filsafat Islam, Bandung : Remaja Rosda Karya 1987.
Soleh, Khudori, Dr, H, Filsafat
Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, Jogjakarta : ar - Ruzz Media 2013.
Supriyadi, Dedi. M.Ag, Pengantar
Filsafat Islam Konsep, filsuf dan Ajarannya Bandung : Pustaka Setia 2009.
Yunasril Ali, Perkembangan
Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.I,
1991.
Zar, Sirajuddin, H. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Komentar
Posting Komentar